

rodanewsindonesia – Masyarakat Bulukumba dan publik kini dihadapkan pada kejanggalan hukum yang mencederai rasa keadilan. Seorang pelaku kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan “Tiga nyawa melayang”, justru hanya divonis “Satu tahun Enam bulan penjara”, oleh majelis hakim, berdasarkan tuntutan yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba, Selasa (5/8/2025).
Keputusan ini sontak memicu gelombang kekecewaan dan pertanyaan dari berbagai elemen masyarakat, “Bagaimana mungkin sebuah tragedi maut yang merenggut tiga korban jiwa hanya berujung pada hukuman ringan?, Di mana rasa keadilan bagi keluarga korban?”.
Arman Alfiandi salah satu Aktivis yang lama bergelut di Makassar, memandang bahwa vonis tersebut merupakan bentuk penghinaan terhadap nilai-nilai keadilan, sekaligus memunculkan dugaan kuat adanya intervensi atau permainan hukum di balik proses persidangan.
Kejari Bulukumba sebagai lembaga yang memiliki kewenangan penuh dalam proses penuntutan “harus bertanggung jawab secara moral dan hukum” atas tuntutan yang dianggap terlalu ringan tersebut”, tegas, Arman, saat di hubungi via WhatsApp.
Olehnya itu ia menegaskan dan menuntut:
1. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan segera melakukan evaluasi dan pemeriksaan menyeluruh terhadap kinerja Kejari Bulukumba, khususnya Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini.
2. Komisi Kejaksaan RI agar turun tangan memeriksa indikasi pelanggaran kode etik dan profesionalisme jaksa terkait.
3. Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial agar membuka kembali catatan persidangan dan memastikan tidak ada pelanggaran dalam proses penegakan hukum yang telah berlangsung.
4. Mendesak Kejari Bulukumba untuk memberikan klarifikasi terbuka kepada publik mengenai dasar pertimbangan tuntutan ringan tersebut.
“Keadilan bukan hanya soal prosedur, tetapi juga soal nurani. Jangan biarkan hukum kehilangan kepercayaan di mata rakyat. Saat tiga nyawa melayang sia-sia, publik pantas mendapatkan jawaban dan keadilan yang nyata bukan hanya formalitas di atas kertas”, pungkasnya.
